Masa Lalu dan Sekarang
Kemarin setelah melihat film 'Gie' menceritakan tentang Soe Hok Gie, seorang Tionghoa yang begitu gigih dalam memperjuangkan kebenaran dalam sosial dan politik di Indonesia. Film yang cukup menarik karena menyimpan berbagai macam pesan yang merupakan idealisme dari Soe Hok Gie sendiri. Ia benar-benar seorang yang moderat yang menginginkan segala sesuatu harus berjalan sebagaimana mestinya. Memang itu adalah hal yang sangat sulit sekali mengingat tidak setiap orang memiliki pemikiran yang sama. Akan tetapi yang dilihat di sini adalah sebuah sisi di mana Gie berperan sebagai seorang pembela kebenaran yang benar-benar individual dan sendiri. Ia tidak mempedulikan apa kata orang, baik bila mengikuti pendapatnya, apabila tidak ya sudah. Yang menarik adalah hal semacam ini dilakukan oleh seorang warga keturunan yang begitu cinta pada tanah airnya. Seakan-akan terlihat hanya ada dia seorang yang melakukan itu. Ia tanpa takut melawan arus demi mencapai sebuah ketentraman dan keseimbangan; dan lagi-lagi kesulitan yang ditemui adalah orang tidak suka pada pemikiranya yang begitu tajam dan cermat.
Hal lain yang menarik adalah karena Gie bukanlah orang Indonesia asli melainkan keturunan Tionghoa, akan tetapi kepedulian sosialnya sangat tinggi terhadap bangsanya, Indonesia. Yang sering terjadi kini adalah perpecahan yang tidak langsung. Seandainya benar-benar diselami maka akan jelas terlihat bahwa masih banyak saja orang Indonesia yang masih belum bisa menerima perbedaan ras. Semua itu terjadi hanya karena kecemburuan sosial akibat kesenjangan yang muncul. Padahal bila ditelusuri lebih lanjut apakah benar atau tidaknya itu, bisa jadi karena yang satu berusaha keras, tekun dan ulet; sedangkan yang lainya malas, mau enak saja, dan tidak mau kalah. Bagaimana caranya menghilangkan perbedaan itu hanya bangsa ini yang tahu.
Gie juga mengkritik pemerintahan yang saat itu kacau balau dengan politiknya yang buruk sekali. Meskipun sebenarnya juga masih buruk hingga saat ini, Indonesia masih berstatus negara berkembang selama puluhan tahun. Bila dibandingkan negara-negara tetangga kita, Indonesia masih sulit bernapas untuk keluar dari kemiskinan dan kemelaratan. Faktor yang menyebabkan adalah ketidakseimbangan antara rakyat dan pemerintahan.
Rakyat sebagai dasar suatu negara harus disiplin dan memiliki tujuan membangun bangsa dengan ketaatan dalam hidupnya. Akan tetapi hal itu tidak dimiliki oleh bangsa ini saat ini. Hanya segelintir manusia saja dari 200 juta jiwa lebih di Indonesia yang sadar akan hal itu. Kedisiplinan dan ketekunan yang dibutuhkan dalam melakukan berbagai macam hal jarang dimiliki oleh bangsa ini. Serta keinginan untuk selalu menjadi yang pertama tapi tidak memiliki kemampuan untuk itu. Lebih baik mengalah, menjadi yang terakhir bahkan, tetapi dapat belajar dari yang pertama perlahan-lahan hingga akhirnya maju dan menjadi lebih baik dari yang pertama. Keinginan untuk menjadi yang terbaik memang harus ada serta harus didasari kemampuan yang memadai untuk itu. Kesadaran akan hal-hal tersebut masih akan sulit muncul sebab masih kurangnya intelektual masyarakat Indonesia yang masih ingin berdiri sendiri-sendiri tanpa penyangga dan keinginan untuk bersatu.
Pemerintahan dalam hal ini menjalankan negara agar menuju ke arah yang lebih baik. Tidak boleh sama sekali dimanfaatkan oleh para pejabat sebagai suatu kesempatan untuk meraup keuntungan dari negara ini dan sekali lagi ini adalah masalah kerakusan. KKN yang menjadi terjepitnya posisi negara ini adalah suatu masalah yang harus segera dibasmi karena hal itu sudah terjadi mulai dari hal-hal yang kecil hingga yang sifatnya kenegaraan. Korupsi itulah yang menhancurkan moral rakyat untuk ikut melakukanya karena kehabisan akal dalam mencari pendapatan yang layak. Sehingga kini arah dari kemajuan bangsa ini adalah pada keuntungan diri sendiri. Prosedur, hukum, dan undang-undang tak lagi berlaku karena tidak ada yang menaatinya dan tak ada yang peduli. Negara ini seakan menjadi sasaran empuk untuk mencari uang. Darimana saja uang bisa didapat entah dengan cara apa saja. Itu semua berawal dari pemerintahan yang merupakan orang-orang intelek Indonesia yang karena terlalu pandainya ingin memakmurkan dirinya dengan hasil orang lain. Sebagai pengatur pemerintahan masih belum menjalankan tugasnya secara maksimal dan juga belum ada persatuan dan nasionalisme, cinta negara untuk memajukan Indonesia.
Hal lain yang menarik adalah karena Gie bukanlah orang Indonesia asli melainkan keturunan Tionghoa, akan tetapi kepedulian sosialnya sangat tinggi terhadap bangsanya, Indonesia. Yang sering terjadi kini adalah perpecahan yang tidak langsung. Seandainya benar-benar diselami maka akan jelas terlihat bahwa masih banyak saja orang Indonesia yang masih belum bisa menerima perbedaan ras. Semua itu terjadi hanya karena kecemburuan sosial akibat kesenjangan yang muncul. Padahal bila ditelusuri lebih lanjut apakah benar atau tidaknya itu, bisa jadi karena yang satu berusaha keras, tekun dan ulet; sedangkan yang lainya malas, mau enak saja, dan tidak mau kalah. Bagaimana caranya menghilangkan perbedaan itu hanya bangsa ini yang tahu.
Gie juga mengkritik pemerintahan yang saat itu kacau balau dengan politiknya yang buruk sekali. Meskipun sebenarnya juga masih buruk hingga saat ini, Indonesia masih berstatus negara berkembang selama puluhan tahun. Bila dibandingkan negara-negara tetangga kita, Indonesia masih sulit bernapas untuk keluar dari kemiskinan dan kemelaratan. Faktor yang menyebabkan adalah ketidakseimbangan antara rakyat dan pemerintahan.
Rakyat sebagai dasar suatu negara harus disiplin dan memiliki tujuan membangun bangsa dengan ketaatan dalam hidupnya. Akan tetapi hal itu tidak dimiliki oleh bangsa ini saat ini. Hanya segelintir manusia saja dari 200 juta jiwa lebih di Indonesia yang sadar akan hal itu. Kedisiplinan dan ketekunan yang dibutuhkan dalam melakukan berbagai macam hal jarang dimiliki oleh bangsa ini. Serta keinginan untuk selalu menjadi yang pertama tapi tidak memiliki kemampuan untuk itu. Lebih baik mengalah, menjadi yang terakhir bahkan, tetapi dapat belajar dari yang pertama perlahan-lahan hingga akhirnya maju dan menjadi lebih baik dari yang pertama. Keinginan untuk menjadi yang terbaik memang harus ada serta harus didasari kemampuan yang memadai untuk itu. Kesadaran akan hal-hal tersebut masih akan sulit muncul sebab masih kurangnya intelektual masyarakat Indonesia yang masih ingin berdiri sendiri-sendiri tanpa penyangga dan keinginan untuk bersatu.
Pemerintahan dalam hal ini menjalankan negara agar menuju ke arah yang lebih baik. Tidak boleh sama sekali dimanfaatkan oleh para pejabat sebagai suatu kesempatan untuk meraup keuntungan dari negara ini dan sekali lagi ini adalah masalah kerakusan. KKN yang menjadi terjepitnya posisi negara ini adalah suatu masalah yang harus segera dibasmi karena hal itu sudah terjadi mulai dari hal-hal yang kecil hingga yang sifatnya kenegaraan. Korupsi itulah yang menhancurkan moral rakyat untuk ikut melakukanya karena kehabisan akal dalam mencari pendapatan yang layak. Sehingga kini arah dari kemajuan bangsa ini adalah pada keuntungan diri sendiri. Prosedur, hukum, dan undang-undang tak lagi berlaku karena tidak ada yang menaatinya dan tak ada yang peduli. Negara ini seakan menjadi sasaran empuk untuk mencari uang. Darimana saja uang bisa didapat entah dengan cara apa saja. Itu semua berawal dari pemerintahan yang merupakan orang-orang intelek Indonesia yang karena terlalu pandainya ingin memakmurkan dirinya dengan hasil orang lain. Sebagai pengatur pemerintahan masih belum menjalankan tugasnya secara maksimal dan juga belum ada persatuan dan nasionalisme, cinta negara untuk memajukan Indonesia.

0 Comments:
Post a Comment
<< Home